Selamat datang di situs kami semoga bisa membantu anda

.

Kamis, 07 Oktober 2010

Pengertian Penting Dan Harus di Ketahui Oleh Mahasiswa Ilmu pemerintahan


Pendapatan daerah adalah hak pemda yang di akui sebagai penambahan nilai kekayaan bersih daerah.
Belanja daerah adalah semua kewajiban daerah yang di akui sebagai nilai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan.
Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu di bayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan di terima kembali baik di tahun anggaran yang biasa maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.
APBD adalah rencana keuangan tahunanpemda yang di bahas dan di setujui bersama oleh pemda dan DPRRI dan di tetapkan dengan perda
PAD adalah pendapatan yang di peroleh daerah yang di pungut berdasarkan perda sesuai denga per-UU-an.
Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN  yang dialokasikan kepada daerah untuk untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
Dana bagi hasil adalah dana yang bersumber pada APBN yang di alokasikan pada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
DAU adalah dana yang bersumber pada pendapatan APBN yang di alokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan  antar daerah untuk  mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentrasisasi.

DAK adalah pendanaan yang bersumber pada pendapatan APBN yang dialokasikan pada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan perioritas nasional
Dana dekonsentrasi  adalah dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh gubernur sebagai wakil pemerintah, yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan dekonsentrasi,tidak termasuk dana yang dialokasikan untuk instansi vertikal pusat di daerah.

Dasar pendanaan pemda
1.       Dalam rangka pelaksanaan desentralisasi didanai APBD
2.       Dalam rangka pelaksanaan dekonsentrasi tyang dilaksanakan gubernur didanai APBN
3.       Urusan pemerintahan yang dilaksanakan gubernur dalam rangka tugas pembantuan didanai oleh APBN.
4.   Pelimpahan wewenang, penugasan untuk tugas pembantuan di ikuti dengan pemberian dana.

Pendapatan daerah dalam pelaksanaan  desentralisasi terdiri atas pendapatan  daerah dan pembiayaan.
A.      Pendapatan daerah bersumber pada:
1.       Pendapatan asli daerah
2.       Dana perimbangan
3.       Lain-lain pendapatan
B.      Pembiayaan bersumber dari:
1.       Sisa lebih penghitungan anggaran daerah
2.       Penerimaan pinjaman daerah
3.       Dana cadangan daerah
4.       Hasil penjualan kekayaan daerah
C.      PAD bersumber pada:
1.       Pajak daerah
2.       Retribusi daerah
3.       Hasil pengelolaan kekayaan daerah
4.       Dan yang lain-lain yang sah,yakni adalah
a)      Hasil penjualan kekayaan
b)      Jasa giro
c)       Pendapatan bunga
d)      Keuntungan daei selisih kurs mata uang
e)      Komisi potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan /atau pengadaan barang/jasa oleh daerah.

DAMPAK PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PUBLIK


Studi Kasus Saya Ambil Di Kabupaten Bengkayang 

milik : Yulianus Rusdy Borneo


Latar Belakang Masalah
Masalah pelayanan publik yang menggejala dan terjadi di Indonesia adalah masalah krisis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah sebagai birokrasi publik. Gejala ini mulai nampak sejak jatuhnya pemerintahan orde baru, yang kemudian diikuti dengan semakin rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap birokrasi publik. Krisis kepercayaan masyarakat terhadap birokrasi publik ini ditandai dengan mengalirnya protes dan demonstrasi yang dilakukan oleh berbagai komponen masyarakat terhadap birokrasi publik, baik di tingkat pusat ataupun daerah. Pendudukan kantor-kantor pemerintah, rumah dinas bupati dan kepala desa, dan perusakan berbagai fasilitas publik menjadi fenomena yang sering ditemui di berbagai daerah. Ini menunjukkan betapa besarnya akumulasi kekecewaan masyarakat terhadap birokrasi publik. Karenanya, ketika pintu protes itu terbuka, maka mengalirlah semua bentuk keluhan, kecaman, bahkan hujatan terhadap birokrasi publik. Krisis kepercayaan terhadap birokrasi publik tersebut bisa dipahami mengingat birokrasi publik pada masa itu menjadi instrumen yang efektif bagi penguasa orde baru untuk mempertahankan kekuasaannya. Birokrasi publik, baik sipil maupun militer, dalam rezim orde baru telah menempatkan dirinya lebih sebagai alat penguasa daripada pelayan masyarakatnya. Kepentingan penguasa cenderung menjadi sentral dari kehidupan dan perilaku birokrasi publik. Hal ini juga tercermin dalam proses kebijakan publik yang lebih mementingkan kepentingan penguasa dan seringkali menggusur kepentingan masyarakat banyak manakala keduanya tidak berjalan bersama-sama. Kesempatan dan ruang yang dimiliki oleh masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses kebijakan publik juga amat terbatas. Akibatnya banyak kebijakan publik dan program-program pemerintah yang tidak responsif dan mengalami kegagalan karena tidak memperoleh dukungan dari masyarakat.
PERMASALAHAN
Pada masa sekarang ini, konsep transparansi dalam rangka reformasi birokrasi publik sedang digalakkan oleh pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Hal ini ditandai dengan keterbukaan dalam proses pemerintahan seluas-luasnya dengan membuka kran informasi kepada masyarakat serta memberikan kemudahan akses masyarakat kepada pemerintah. Akan tetapi penyelenggaraan pelayanan publik belum terlalu diperhatikan, misalnya akses terhadap pelayanan dan kualitas pelayanan publik sering berbeda tergantung pada kedekatannya dengan elite birokrasi dan politik. Hal seperti ini sering mengusik rasa keadilan dalam masyarakat yang merasa diperlakukan secara tidak wajar oleh birokrasi publik.
Sejalan dengan hal tersebut di atas, pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dalam rangka mereformasi birokrasi, sedang berusaha menekan meluasnya praktik-praktik KKN (kolusi, korupsi, dan nepotisme) dalam kehidupan birokrasi publik. Selama ini KKN telah mencoreng image masyarakat terhadap birokrasi publik. KKN tidak hanya telah membuat pelayanan birokrasi menjadi amat sulit dinikmati secara wajar oleh masyarakatnya, tetapi juga membuat masyarakat harus membayar lebih mahal terhadap pelayanan yang diselenggarakan oleh swasta. Contohnya adalah masyarakat harus membayar mahal terhadap pelayanan publik, seperti urusan KTP, SIM, paspor, dan berbagai perijinan. Masyarakat juga harus membayar mahal ketika masyarakat mengkonsumsi barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor swasta, seperti jalan tol, semen, transportasi, dan komoditas lainnya. Hal senada disampaikan bahwa KKN diyakini oleh publik menjadi sumber dari bureaucratic costs dan distorsi dalam mekanisme pasar seperti praktik monopoli dan oligopoli yang amat merugikan kepentingan publik.
Rendahnya kemampuan birokrasi merespon krisis ekonomi memperparah krisis kepercayaan terhadap birokrasi publik. Dinamika ekonomi dan politik yang amat tinggi, sebagai akibat dari krisis tersebut, ternyata tidak dapat direspon dengan baik oleh birokrasi publik sehingga membuat kehidupan masyarakat menjadi semakin sulit dan tidak pasti. Inisiatif dan kreativitas birokrasi dalam merespons krisis dan dampaknya sama sekali tidak memadai.Masyarakat yang mengharapkan birokrasi publik dapat memberi respon yang tepat dan cepat terhadap krisis yang terjadi menjadi amat kecewa karena ternyata tindakan birokrasi cenderung reaktif dan tidak efektif. Berbagai persoalan yang terjadi di pusat dan di daerah tidak dapat diselesaikan dengan baik, bahkan cenderung dibiarkan sehinggga masyarakat menjadi semakin tidak percaya terhadap kemampuan birokrasi dalam menyelesaikan krisis ini.
Kemampuan dari suatu sistem pelayanan publik dalam merespons dinamika yang terjadi dalam masyarakatnya secara tepat dan efisien akan sangat ditentukan oleh bagaimana misi dari birokrasi dipahami dan dijadikan sebagai basis dan kriteria dalam pengambilan kebijakan oleh birokrasi itu.Birokrasi publik di Indonesia seringkali tidak memiliki misi yang jelas sehingga fungsi-fungsi dan aktivitas yang dilakukan oleh birokrasi itu cenderung semakin meluas, bahkan kemudian menjadi semakin jauh dari tujuan yang dimiliki ketika membentuk birokrasi itu.
Sejalan dengan maksud di atas, pemerintah Kabupateb Bengkayang sebagai daerah yang ingin terus membangun dan meningkatkan manajemen pemerintahannya terutama yang ditujukan pada birokrasi publik, telah merumuskan Misi dan Tujuannya, yaitu: “Mewujudkan kemampuan dan kehandalan manajemen pemerintahan dalam rangka meningkatkan pelayanan masyarakat yang lebih efektif dan efisien”. Tentu saja untuk mendukung terciptanya misi dan tujuan tersebut perlu adanya upaya dari pemerintah Kabupaten Bengkayang terutama ditujukan kepada peningkatan kualitas pelayan publik seluas-luasnya kepada masyarakat.
Peningkatan kualitas pelayanan ini antara lain dilakukan dengan melakukan perubahan status desa menjadi kelurahan sesuai dengan tuntutan Pasal 126 ayat (2) UU No. 22 Th. 1999 jo. UU No. 32 Th. 2004. Berdasarkan ketentuan tersebut maka desa-desa yang ada di wilayah kota dan kota administratif berdasarkan UU No. 5 Th. 1974 ditetapkan sebagai kelurahan. Hal ini berarti bahwa di daerah kota tidak ada lagi desa, yang ada hanya kelurahan. Dengan demikian desa-desa yang berada di daerah kota harus diubah statusnya menjadi kelurahan.
Menurut Pasal 1 huruf a UU No. 5 Tahun 1979 desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung dibawah Camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia; sedangkan menurut Pasal 1 huruf b kelurahan adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah Camat, yang tidak berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri.
Perubahan ini merupakan bentuk dari peningkatan status yang diharapkan akan mampu meningkatkan kualitas layanan kepada masyarakat perkotaan. Dengan ditetapkan status Desa menjadi Kelurahan kewenangan Desa sebagai suatu kesatuan masyarakat hukum yang berhak mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat berubah menjadi wilayah kerja Lurah sebagai Perangkat Daerah Kabupaten di bawah Kecamatan.
Dilihat dari latar belakang diubahnya bentuk pemerintahan desa menjadi kelurahan bukan disebabkan karena adanya kebutuhan, tetapi karena tuntutan perundang-undangan (Conditio Sine Qua Non/syarat mutlak sesuai dengan tuntutan perundang-undangan), maka mau tidak mau, siap tidak siap, semua pemerintahan desa yang berada di wilayah kota harus berubah menjadi kelurahan.Menindaklanjuti isi dari pasal tersebut, telah ditetapkan Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 65 Tahun 1999 tentang Pedoman Umum mengenai Pembentukan Kelurahan. Kepmendagri tersebut merupakan pedoman bagi daerah kabupaten dan kota serta DPRD dalam menetapkan peraturan daerah kabupaten dan kota mengenai pembentukan kelurahan. Pembentukan kelurahan diartikan sebagai pembentukan kelurahan baru sebagai akibat pemecahan, penggabungan dan atau perubahan status desa menjadi kelurahan.
Perubahan status desa menjadi kelurahan sebagaimana ditegaskan dalam Kepmendagri No. 65 Tahun 1999, adalah merupakan kebijakan atau upaya yang ditempuh pemerintah dalam rangka membentuk kelurahan baru dengan tujuan tercapainya efektivitas dan efisiensi pelayanan kepada masyarakat.
Sebagaimana dipahami bahwa esensi pemerintahan adalah pelayanan kepada masyarakat oleh karena itu pemerintah tidak diadakan untuk dirinya sendiri tetapi untuk melayani masyarakat serta menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyarakat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai tujuan bersama.Pemerintah sebagai pelayan masyarakat (public service) sudah seharusnya memberikan pelayanan yang berkualitas kepada masyarakat. Pelayanan yang berkualitas selain bermanfaat bagi masyarakat juga bermanfaat terhadap citra aparat pemerintah itu sendiri. Dalam info PAN (1990: 35) dikatakan bahwa:
Kualitas pelayanan aparatur pemerintah kepada masyarakat merupakan tingkat efisiensi, efektivitas dan produktivitas dari sistem kemampuan kelembagaan, kepegawaian dan ketatalaksanaan dalam mendorong, menumbuhkan serta memberikan pengayoman terhadap prakarsa dan pemenuhan kebutuhan pelaksanaan hak dan kewajiban masyarakat.
Mengenai kualitas aparatur pemerintahan daerah yang handal dan berbobot, J. Kristiadi sebagaimana dikutip oleh Sarundajang memberikan tolak ukur penilaiannya dengan cara memberikan ciri-ciri di dalam melakukan tugas-tugasnya sebagai aparatur pemerintah, yaitu:
  1. Tanggung gugat, yaitu berkenaan dengan meningkatnya kesadaran tentang keinginan dari aparatur negara untuk memberikan pertanggungjawaban (accountability), dan kewenangan memegang tanggung gugat. Dalam hal ini aparatur pemerintahan harus bertindak, tetapi dalam cara bertindak disebut harus dapat mempertanggungjawabkan kewenangannya.
  2. Transparan (keterbukaan), yaitu bertalian dengan keinginan menyelenggarakan administrasi negara yang terbuka dan mudah dijabarkan yang berlandaskan susunan konstitusional dan keabsahannya.
  3. Efisien dan efektif, yaitu berhubungan dengan kemampuan yang tinggi untuk mengoptimalkan kemanfaatan segala sumber daya dan dana yang tersedia dalam rangka pelaksanaan tugas pelayanan.

ANALISIS KONFLIK DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH


Hubungan Pemerintahan Daerah Provinsi,Kabupaten dan Kota
Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi. Dan daerah provinsi itu dibagi lagi atas daerah kabupaten dan daerah kota. Setiap daerah provinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang. Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat. Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang.Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum. Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai Kepala Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota dipilih secara demokratis.Hukum administrasi negara menjadi dasar pijakan utama dan legitimasi kebijakan penyelenggaraan pemerintahan daerah, sehingga format hukum sangat menentukan nuansa dan dialektika otonomi daerah yang ditetapkan pemerintah pusat. Hukum tidak dapat dilepaskan dari kebijakan pemerintahan daerah karena melalui hukum dapat diperoleh arah tujuan negara dalam membagi kewenangan antar-tingkatan pemerintahan.Pemerintah daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945. Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.Pemerintahan Daerah Provinsi terdiri atas Pemerintah Daerah Provinsi dan DPRD Provinsi sedangkan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota terdiri atas Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan DPRD Kabupaten/Kota.
Pemerintah daerah adalah Gubernur,Bupati dan Walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelengara pemerintahan di saerah.Penyelenggaraan urusan pemerintahan dibagi berdasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan antar susunan pemerintahan. Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah, yang diselenggarakan berdasarkan kriteria di atas terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan.Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi merupakan urusan dalam skala provinsi yang meliputi 16 buah urusan. Urusan pemerintahan provinsi yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.Sedangkan urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah kabupaten atau daerah kota merupakan urusan yang berskala kabupaten atau kota meliputi 16 buah urusan yakni untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.
Dengan telah digunakannya Undang-Undang pemerintah daerah nomor 32 tahun 2004 ,Pemerintahan daerah mempunyai kewenangan mengurus urusan pemerintahannya di daerah menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh Undang-Undang ini  ditentukan menjadi urusan Pemerintah pusat. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi  dan tugas pembantuan.Pemerintahan daerah dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan memiliki hubungan dengan pemerintah pusat dan dengan pemerintahan daerah lainnya. Hubungan tersebut meliputi hubungan wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya.Sehingga dalam hal ini menyebabkan konflik antara kabupaten/kota dengan provinsi karena dalam pengurusan urusan pemerintah antara kabupaten kepada pusat,provinsi dalam hal ini tidak di ikut sertakan di dalamnya padahal kita tahu bahwa provinsi merupakan perwakilan pemerintah di daerah sebagai pengawasan.Hal ini terjadi sejak di keluarkannya Undang-undang 32 tahun 2004.Demikian pula dengan undang-undang nomor 22 tahun1999 yang di mana dalam pasal 4 ayat (2) di sebutkan bahwa “masing-masing berdiri sendiri dan tidak mempunyai hubungan hirarki satu sama lain.Karena hilangnya hubungan hirarki tersebut sehingga menimbulkan beberapa persoalan politik antara pemerintah daerah dan pemerintah provinsi yakni terputusnya hubungan vertikal antara Bupati dan Walikota dan Gubernur dan berubahnya derajat kewenangan pemerintah pusat terhadap wakilnya di daerah (Gubernur).pola hubungan terlihat hanya bersifat koordinatif,pembinaan dan pengawasan saja.Konflik yang terjadi ini juga akibat urusan pemerintah  daerah Kabupaten/Kota di tarik kembali dari pemerintah Provinsi menjadi urusan daerah masing masing sehingga provinsi merasa bahwa kewenangan yang di berikan pemerintah pusat kepada Kabupaten/Kota dan provinsi sama saja tidak jauh berbeda.Pengurusan urusan pemerintahan yang biasanya di lakukan secara vertikal karena sudah adanya undang-undang 32 tahun 2004 hal itu tidak dapat di lakukan lagi melainkan pemerintah daerah Kabupaten/Kota yang akan mengurus urusannya kepada pusat bisa di laksanakan secara langsung tanpa harus berurusan dengan provinsi.Karena hal inilah banyak sekali timbul perselisihan atau permasalahan antara pemerintah provinsi dan daerah ( Kabupaten/Kota ).Pemerintah provinsi yang juga sebagai perwakilan pemerintah pusat di daerah hanya sebagai pengontrol bagi Kabupaten dan Kota,dan selebihnya provinsi tidak mempunyai hak mengatur dan mengurus urusan yang ada di Kabupaten/Kota.Provinsi dan Kabupaten/Kota tugas dan fungsinya tidak jauh berbeda yakni: Perencanaan dan pengendalian pembangunan,perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang,penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat,penyediaan sarana dan prasarana umum,penanganan bidang kesehatan,penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial dan lain-lain.Hal inilah yang memicu datangnya konflik tersebut selain Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam pengurusan tugasnya.Sehingga dapat di katakan bahwa ketidak berhasilannya pengelolaan pemerintahan sentralisis di masa orede baru sangat mempengaruhi dan memberi dampak yang tidak baik yakni adanya rasa ketidakpuasan daerah karena tidak adanya keseimbangan antara pemerintahan pusat dan daerah dalam pembagian tugas.Oleh sebab itu sebelum memutuskan serata memuat peraturan perundang-undangan kita harus memperhatikan dampak apa yang akan timbul apabila peraturan/sistem di muat dan keluarkan,sehingga dalam hal ini segalas sesuatu yang akan timbul yakni hal-hal yang tidak baik seperti konflik tidak terjadi.Dan niscaya apabila hal ini sudah bisa kita kontrol dan di perhatikan dengan baik akan menghasilkan hal-hal yang baik pula yakni peroses penyelenggaraan pemerintah yang baik tanpa adanya konflik dan permasalahan di dalamnya.

keterangan : Tugas Mata kuliah Teori dan Analisis Politik Pemerintahan milik Yulianus Rusdy Borneo.

Hubungan Peraturan Desa (Undang-Undang nomor 40 tahun 2004) Dengan Hierarki Perundang-Undangan

            Peraturan tentang Pembentukan Peraturan perundang-undangan yang sekarang berlaku adalah UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Undang-undang ini merupakan aturan formal yang yang secara garis besar memuat tiga bagian besar yaitu Tata Urutan Perundang-undangan & Materi Muatan Perundangan, Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan Teknis Perundang-undangan. Sebelum berlakunya UU 10/2004, ketiga hal di atas diatur dalam Ketetapan MPR No. III tahun 2000 dan Keputusan Presiden No. 188 tahun 1998. Berdasarkan UU 10/2004 ini Perdes menempati urutan terbawah dari tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia yang secara berurutan adalah sebagai berikut: UUD 1945; Undang-undang/ Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; Peraturan Pemerintah; Keputusan Presiden/Peraturan Lembaga Negara; Peraturan Daerah, yang meliputi peraturan daerah propinsi, peraturan daerah kabupaten/kota, dan peraturan desa.

            Berbeda dengan pengaturan tentang tata urutan perundangan yang berlaku sebelumnya yang hanya sampai peraturan daerah, UU No. 10/2004 ini telah memberi posisi –yang itu berarti ada pengakuan- terhadap Perdes pada hirarki peraturan perundang-undangan di Indonesia. Yang dimaksud dengan Perdes menurut UU No. 10 tahun 2004 adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh Badan Perwakilan Desa atau dengan nama lainnya bersama dengan kepala desa atau nama lainnya. Tata cara penyusunan UU sampai dengan perda kabupaten/kota diatur dalam UU No. 10/2004, sedangkan ketentuan mengenai tata cara pembuatan peraturan desa dimandatkan oleh UU No. 10/2004 untuk diatur oleh peraturan daerah kabupaten/kota yang bersangkutan. Penyerahan mandat mengatur tata cara pembuatan peraturan desa ini rupa-rupanya dimaksudkan untuk mengakomodasi keanekaragaman desa di masing-masing kabupaten atau kota .

PELAKSANAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

Pengertian
Penduduk adalah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di indonesia.Administrasi Kependudukan adalah rangkayan kegiatan penetaan dan penertiban dokumen dan data kependudukan melalui Pendaftaran Penduduk,Pencatatan sipil,Pengelolahan informasi penduduk serta pendayagunaan hasilnya untuk pelayanan publik dan pembangunan sektor lainnya.
B.     Persyaratan Administrasi Kependudukan
1.       Persyaratan pembuatan KTP
a)      Telah berusia 17 tahun atau sudah kawin atau pernah kawin
b)      Surat pengantar desa
c)       Foto kopi Kartu Keluarga
d)      Foto kopi Akta/Surat Nikah bagi yang belum berusia 17 tahun
e)      Foto 3 x 4 = 2 lembar
2.       Persyaratan pembuatan KK sebagai berikut
a)      Kartu keluarga lama
b)      Foto kopi kutipan akta
c)       Formulir permohonan pindah/surat pindah kalau dari kecamatan lain.
d)      Surat pindah datang dalam wilayah NKRI
e)      KK lama dan KK yang di tumpangi ( jika yang bersangkutan numpang KK)
3.       Persyaratan Pindah
a)      Pengantar desa
b)      KK asli dan fotokopi
c)       KTP asli dan fotokopi
d)      Mengisi formulir permohonan pindah di Kecamatan.
4.       Persyaratan pembuatan akta kelahiran
a)      Fotokopi KK orang tua
b)      Fotokopi KTP kedua orang tua
c)       Surat keterangan kelahiran dari rumah sakit/klinik/bidan
d)      Pengantar Kecamatan
e)      Surat nikah orang tua (bagi penduduk yang tidak memiliki surat/buku nikah tetap bisa dibuatkan Akta Kelahiran tetapi status anaknya adalah anak ibu bukan anak suami istri.
5.       Persyaratan Pembuatan Akta Kematian
a)      Surat keterangan kematian dari Rumah Sakit
b)      Surat pengantar Desa
c)       KTP dan KK yang meninggal
d)      Fotokopi KK dan KTP ahli waris
e)      Surat Nikah yang meninggal