Selamat datang di situs kami semoga bisa membantu anda

.

Kamis, 10 Februari 2011

Implementasi Administrasi Publik dengan Pergeseran Sistem Politik Indonesia dari Era Sentralisai ke Era Desentralisasi


                                                                                Administrasi Publik
Administrasi publik adalah seluruh kegiatan administrasi untuk segenap urusan publik (Caiden, 1982 :7). LuAasnya bidang persoalan aktivitas administrasi publik tidak hanya mencakup aktivitas lembaga eksekutif tetapi juga mencakup aktivitas yang berkenaan dengan hal-hal yang bersifat kepublikan yang diselenggarakan oleh lembaga eksekutif, legislatif,  maupun yudikatif (Pamudji, 1987:22). Oleh karena itu, dalam pengertian paling  luas seperti dijelaskan Nigro and Nigro (1970), administrasi public adalah suatu proses kerjasama dalam lingkungan pemerintahan yang meliputi ketiga cabang pemerintahan yaitu legislatif, eksekutif dan yudikatif (Pamudji, 1987:22). Penegasan senada di kemukakan oleh Dimock dan Koening (1973), bahwa dalam pengertian paling luas administrasi publik adalah kegiatan negara dalam melaksanakan kekuasaan politiknya (Hadjon, 1994 :5). Dari beberapa definisi administrasi publik diatas dapat dipahami bahwa administrasi publik adalah kerjasama yang dilakukan oleh sekelompok orang atau lembaga dalam melaksanakan tugas-tugas pemerintahan dalam memenuhi kebutuhan publik secara efisien dan efektif.
Sentralisasi
 Suatu sistem pemusatan urusan pemerintahan kepada pemerintah tingkat pusat yang segala urusan rumah tangga negara baik itu yang ada di pusat maupun di daerah diatur sepenuhnya oleh pemerintah yang berada di pusat. Sentralisasi yang terjadi khususnya di Indonesia mengakibatkan ketergantungan pemerintah daerah kepada pemerintah pusat sangat tinggi sehingga sama sekali tidak ada kemandirian perencanaan pemerintah daerah saat itu. Di masa orde baru semuanya bergantung ke Jakarta dan diharuskan semua meminta uang ke Jakarta. Tidak ada perencanaan murni dari daerah karena Pendapatan Asli Daerah (PAD) tidak mencukupi.
 Desentralisasi
     Pelimpahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengelola potensi daerahnya secara lebih progresif sehingga dapat memacu gerak pembangunan di daerah. Kewenangan pokok yang perlu dilimpahkan terutama harus mencakup bidang perencanaan penggunaan dana subsidi dari pemerintah pusat, pengelolaan sumber-sumber dana untuk pembangunan daerah melalui bagi hasil pendapatan negara yang diperoleh dari daerah yang bersangkutan, serta pengendalian dan pertanggungjawaban pelaksanaan pembangunan daerah secara keseluruhan.
Implementasi Administrasi Publik dengan Pergeseran Sistem Politik dari Era Sentralisai ke Era Desentralisasi
         Pada awalnya administrasi publik berasas pada sistem politik sentralisasi dimana administrasi publik yang ada di jalankan oleh pemerintah pusat yang menjadi aktor penting dalam pelaksanaannya tanpa melibatkan pemerintah daerah lebih jauh, dan pada era ini administrasi publik berorientasi pada aktivitas negara.
       Pada era sentralisasi, pendekatan yang dilakukan tidak pada masyarakat melainkan pada pejabat-pejabat terkait yang dalam pelaksanaannya diurus oleh pemerintah pusat/negara pula.Seiring dengan pergeseran sistem politik di Indonesia dari era sentralisasi ke era desentralisasi praktis mengubah pola administrasi  publik yang telah ada. Administrasi publik tidak hanya sekedar wadah, alat, pelaksana desentralisasi, tetapi juga sebagai pelaku bahkan mengambil peran (role) di dalam implementasi desentralisasi.  Administrasi publik justru ditantang sebagai arsitek demi kesuksesan implementasi desentralisasi.
          Desentralisasi haruslah kita lihat sebagai konsep atau aktifitas implementasi yang tidak hanya bernuansa technical administration atau practical administration saja. Dan ini sangat erat kaitannya dengan demokrasi, tidak hanya pada tingkat nasional tetapi juga bagaimana penerapannya ditingkat lokal yang arahnya adalah tercapainya pemberdayaan di daerah-daerah. Jadi dapatlah dikatakan bagaimana kita harus memandang desentralisasi dari berbagai sudut ialah sudut teknik organisatoris atau administrasi, sudut politik, sudut cultural dan sudut pembangunan.
         Selama desentralisasi diatur atau diformulasikan secara bertingkat, maka di dalam implementasinya akan terjadi penumpukan kekuasaan ditingkat pertama atau paling atas. Tidak dapat dipungkiri bahwa setiap undang-undang atau kebijaksanaan pemerintah yang dikeluarkan atau ditetapkan mengenai desentralisasi selalu erat kaitannya atau sangat dipengaruhi oleh sistem politik, sistem pemerintahan atau suasana politik atau bahkan keinginan power elit pada suatu waktu.
       Misalnya ketika suasana demokratis muncul ditahun 1945 maka ditetapkanlah UU No.1 / 1945, demikian pula untuk UU No.22 / 1948 ; UU No.1 / 1957 ; UU No.18 / 1965 dan UU No.5 tahun 1974 di zaman orde baru ketika politik dan pemerintahan kita bernuansa monolitik sentralistik , serta UU No.22/ 1999 dan UU No.25 / 1999 di era reformasi ini.
      Makna desentralisasi di dalam UU No.22/1999 di mana iklim politik pemerintahan bernuansa demokratik, menjadi nampak lebih tegas dan pas sesuai dengan aslinya ialah kebebasan, self independence atau dispersion of power daripada UU No. 5/1974. Dari pengertian hak, wewenang, kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, menjadi kewenangan daerah untuk mengurus dan mengatur kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dan dengan suasana sistem politik yang berbeda serta tuntutan atau tekanan lingkup administrasi Negara di abad 21, maka otonomi tidak sekedar kewajiban tetapi hak, dimana DPRD tidak sekedar komponen pemerintah daerah tetapi sebagai Badan Legislatif, dimana kepala daerah yang semula berkedudukan lebih sebagai penguasa (baik di daerah maupun sebagai orang pusat di daerah yang di tentukan oleh pusat) menjadi pejabat politis yang dipilih, ditentukan dan harus bertanggungjawab kepada DPRD. Suasana pemerintahan daerah yang terpengaruh oleh suasana pusat ialah monolitik sentralistik menjadi suasana yang berkadar local democracy. Kedaulatan yang dahulu kelihatan banyak ditangan penguasa, dikembalikan lagi ke tangan rakyat. Kedaulatan rakyat menjadi fokus dalam pemerintahan di daerah. Namun demikian dengan ditetapkannya UU No.22 tahun 1999, menumbuhkan dugaan dan kecurigaan terjadinya resentralisasi.
         Di dalam kerangka pelaksanaan otonomi daerah maka haruslah disadari makna, filosofi atau prinsip yang harus diterapkan ialah sharing of power, distribution of income, dan empowering of regional administration. Dan ini semua adalah di dalam kerangka mencapai The ultimate goal of autonomy yaitu kemandirian daerah terutama kemandirian masyarakat.Ini semua berarti bagaimana daerah memiliki kewenangan bukan sekedar penyerahan urursan untuk menyelenggarakan pemerintahan daerah. Tidak juga sekedar menyelenggarakan urusan-urusan yang timbul diakibatkan munculnya aspirasi-aspirasi masyarakat. Dengan kesadaran bahwa negara kita adalah merupakan NKRI maka daerah Kabupaten, Propinsi atau Kota adalah masing-masing merupakan suatu bagian negara dari keseluruhan secara nasional. Untuk itu penerapan otonomi dapatlah di Propinsi, Kabupaten dan atau Kota. Demikian juga desentralisasi dapat berupa dekonsentrasi, devolusi, parastatal dan NGO yang masing-masing dapat diterapkan pada daerah-daerah tersebut. Dengan berbagai pemaknaan desentralisasi yang jauh dari makna yang sesungguhnya tersebut, maka tidaklah mengherankan apabila masih terjadi tarik-menarik diantara keinginan dan harapan pemerintah pusat, propinsi dengan daerah-daerah. Maka juga menjadi tidak mengherankan apabila saat ini tidak terjalinnya kompatibilitas di antara pusat dengan propinsi ataupun dengan kabupaten/kota, ataupun diantara kabupaten/kota dengan kabupaten/kota yang lainnya bahkan di antara kelompok-kelompok masyarakat.
        Untuk itu perlu kesadaran baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat untuk kembali kepada konsep desentralisasi yang sesungguhnya. Bahwa desentralisasi pada hakekatnya adalah kewenangan yang diberikan kepada daerah untuk menuju kepada kemandirian dalam kerangka NKRI. Otoritas di pusat maupun di propinsi menjadi terbatas dan berkurang sedangkan kewenangan yang luas, utuh dan nyata lebih diberikan kepada kabupaten dan kota. Jadi titik tekannya adalah pada kesewenangan untuk merencanakan dan melaksanakan serta mengendalikan daerah untuk mencapai kemandirian. Kewenangan besar ada pada kabupaten dan kota di dalam koridor NKRI. Untuk itulah diperlukan peningkatan inisiatif dan kreativitas tetapi juga kolaborasi, work in partnership dan kompatibilitas diantara komponen-komponen yang berada didaerah.
        Desentralisassi hendak mengubah dan mereformasi warna government yang berlandas pada otoritas  governance yang bertitik tekan pada interaksi diantara pemerintah , masyarakat dan swasta. Terdapat tiga problema yang paling pokok dalam implementasi administrasi publik. Pertama saat ini Indonesia sedang mengalami masa transisi, perubahan, reformasi dari iklim politik dan pemerintahan yang monolitik sentralistik ke pemerintahan demokratik khususnya demokrasi lokal/ desentralisasi. Tidak dapat dipungkiri dikarenakan telah lebih kurang 30 tahun kita berada dalam kungkungan politik pemerintahan yang sentralistik, dimana masyarakat tidak meiliki public space untuk mengungkapkan keberadaannya sebagai civil society, maka masyarakat belum terbiasa atau belum dapat dengan tepat bagaimana menerapkan demokrasi.
         Kedua, banyaknya pasal-pasal di dalam Undang-undang yang menimbulkan misinterpretasi yang dapat berakibat perbedaan pendapat, persepsi bahkan konflik antar komponen secara internal dan eksternal. Misalnya hubungan antara propinsi, kabupaten dan kota juga peranan kepala daerah dan DPRD sebagi pejabat politik dan hubungannya dengan perangkat daerah sebagai pejabat karier.
         Ketiga sangat cepat dan pendeknya waktu untuk melakukan sosialisasi Undang Undang sehingga tidak saja daerah-daerah menjadi kebingungan dan kebablasan tetapi juga ketidaktahuan dan ketidaktepatan memberi makna, filosofi, dan prinsip otonomi. Akibatnya banyak komponen dari dalam kalangan masyarakat, pemerintah, elit politik dan elit penguasa yang tidak dapat mendalami dengan sepenuhnya atau hanya mendalami setengah-setengah pengetahuan dan pemaknaan otonomi/desentralisasi.
Implementasi Administrasi Publik di Indonesia Saat Ini
         Dewasa ini pelaksanaan administrasi publik di Indonesia secara umum telah dilaksanakan sesuai dengan asas desentralisasi yang telah diterapakan dalam sistem politik di Indonesia, dimana segala urusan atau kepentingan yang mencakup pelayanan publik, tidak lagi diserahkan kepada pusat seperti pada saat penerapan asas sentralisasi, melainkan sudah diserahkan dan ditangani oleh pemerintah daerah setempat.   Sehingga segala urusan yang menyangkut pelayanan terhadap publik menjadi lebih terkontrol dan dapat dilaksanakan sesuai dengan aspirasi masyarakat setempat, dan pelayanan yang diberikan dapat lebih maksimal.
         Hanya saja permasalahan yang selama ini terjadi pada Susunan Pemerintahan daerah sebagai pelaksana administrasi publik yang terdiri dari Badan Legislatif (DPRD) sebagai pejabat politis, kepala Badan Eksekutif ( Kepala Dan wakil Kepala daerah ) sebagai pejabat politis dan perangkat daerah sebagai pejabat karier adalah bahwa masing-masing belum dapat dengan tepat dan sepenuhnya mendasarkan pada misi dan fungsinya masing-masing sehingga tidak mengherankan bila sering terjadi intervensi-intervensi yang tidak pada tempatnya. Fungsi birokrasi belum dapat menunjukkan sebagai pelayan publik yang transparan, akuntabel dan yang memiliki inisiatif dan kreativitas. Di samping Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang belum dapat mendalami manajemen pemerintahan. Ketentuan pembagian daerah atas Propinsi, Kabupaten, dan Kota sering di dalam pelaksanaannya menimbulkan aroganisme dan eksklusivisme daerah serta sulitnya Propinsi melakukan koordinasi serta kerjasama. Pemberian kewenangan sebagai prinsip, filosofi otonomi, selama ini terlalu diterapkan secara berlebihan oleh daerah-daerah sehingga berkonotasi kedaulatan atau menuju ke devolution. Hal ini tidak hanya terjadi dikarenakan selama ini daerah-daerah belum pernah atau minim sekali memperoleh, mempunyai atau memegang kewenangan, tetapi juga PP No.25 tahun 2000 yang mengatur kewenangan dengan menggunakan teori residu sangat mengaburkan kewenangan daerah Kabupaten/Kota.
     Dari uraian-uraian yang telah disampaikan bahwa problematika yang pokok dalam implementasi desentralisasi adalah kesamaan pandang, persepsi, pengertian mengenai konsep makna desentralisasi dan juga kesiapan serta kamauan dalam penerapan atau pelaksanaanya. Karena telah lamanya kewenangan kekuasaan selama ini terpusat, terutama pada pemerintah pusat dan propinsi, maka kedua pemerintahan ini harus memiliki kesiapan terlebih dahulu untuk melepaskan dan membagikan ( sebagian) kewenangan, membagikan keuangan yang selama ini terpusat dan baru disalurkan / dibagi ke daerah-daerah serta penguatan pemberdayaan administrasi pemerintahan daerah yang sesuai keberadaan, kekhususan, spesifik daerah serta regional need-nya.
      Dipihak lain, pemerintahan-pemerintahan daerah pun juga harus memepersiapakan diri untuk dapat menggunakan kewenangan, keuangan dan administrasi pemerintahan sesuai dengan prinsip-prinsip yang disepakati dan sesuai dengan managerial pemerintahan. Paling tidak dalam implementasi desentralisasi terdapat empat isu strategi yang harus diperhatikan.
Pertama, Susunan pemerintahan daerah,
            Kedua, pembagian daerah,
            Ketiga, kewenangan daerah,
            Keempat, keuangan daerah,
Saran Bagi Pembangunan Administrasi Publik di Indonesia
        Demi keberhasilan dan kesuksesan implementasi publik di era desntralisasi ini, maka pertama-tama yang harus diperhatikan dan ditekankan adalah perlu dibentuknya perencanaan untuk memperoleh persetujuan yang kompleks dari berbagai pihak atau komponen. Baik yang berkaitan dengan pemerintahan pusat, propinsi dan kabupaten atau kota, ataupun dengan komponen-komponen internal di daerah baik pihak legislatif ( DPRD ) setempat, kepala daerah dan keseluruhan komponen perangkat daerah. Yang ingin dibentuk atau diwujudkan adalah kesamaan pandang mengenai makna dan wujud desentralisasi. Strategi yang dilakukan adalah mengadakan rapat, pertemuan atau diskusi yang berulang-ulang antar keseluruhan untuk akhirnya dicapai kesepakatan bersama. Strategi selanjutnya adalah penekanan kesepahaman mengenai peran dan fungsi masing-masing komponen agar tidak terjadi saling intervensi. Sehingga terjadilah kejelasan mengenai permasalahan lingkup kewenangan, keuangan, penyelenggaraan dan tanggung jawab. Strategi lain adalah melengkapi infrastruktur yang berupa peraturan-peraturan ataupun ketentuan-ketentuan yang lebih teknis dan operasional untuk kelancaran jalannya desentralisasi.
         Dengan telah ditetapkannya PP No 8 tahun 2003 Tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah, hal ini dapat dipergunakan sebagai strategi oleh daerah-daerah untuk melakukan pembenahan organisasi perangkat daerahnya disesuaikan dengan keberadaan dan kebutuhan daerah. Sehingga terjadilah perbandingan yang logis antara work load dengan work force. Demikian pula dengan adanya ketetapan Mendagri mengenai pembuatan APBD berdasarkan atau berbasis kinerja, maka ketetapan ini dapat digunakan oleh daerah-daerah sebagai strategi dalam menata anggarannya. Sehingga di dalam kerangka pelaksanaan desentralisasi, uang tidak lagi merupakan permaslahan yang menghambat penerapan sistem desentralisasi dan tidak lagi menghambat seluruh proses yang merupakan bagian dari pelaksanaan administrasi publik. Keseluruhan strategi tersebut adalah dalam rangka lebih menciptakan komitmen daripada otoritas dalam implementasi administrasi publik pada era desentralisasi. Perubahan yang terjadi terhadap sistem politik pun tidak sia-sia. Akhirnya, pelaksanaan yang telah sesuai aturan sistem desentralisasi yang telah diterapkan di Indonesia  diikuti dengan para pelaksana administrasi publik yang bertanggung jawab secara keseluruhan akan membawa implementasi riil yang memuaskan bagi seluruh pihak terutama rakyat sebagai konsumen adminstrasi publik.(Yuliamus Rusdy Borneo)